Pena Khatulistiwa
Menggores Sejarah Peradapan

LETUSAN GUNUNG KELUD HIASI KELAHIRAN BUNG KARNO

Penakhatulistiwa.com – Bayi Soekarno lahir menjelang matahari merekah. Karenanya, dia disebut pula sebagai Putra Sang Fajar. Orang Jawa memiliki kepercayaan, seseorang yang dilahirkan saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dulu. Terlebih, Bung Karno yang dilahirkan tahun 1901 (tanggal 6 Juni) terbilang putra perintis abad.

Related Posts
1 of 482

Ya, abad ke-19, sebuah peradaban gelap yang masih menyelimuti bangsa kita dan sebagian besar belahan bumi lainnya oleh aksi imperialisme yang merajalela.
Kelahiran putra sang fajar, diyakini “setidaknya oleh Idayu, sang ibunda” bakal menjadi penerang bagi bangsanya.

Letusan Gunung Kelud yang terjadi kala Soekarno lahir, makin menguatkan pratanda alam menyambut kehadirannya di atas jagat raya.

Benar, gunung berapi yang puncaknya di atas ketinggian 1.731 di atas permukaan air laut itu, tiba-tiba saja bergolak setelah sekian lama tidak menunjukkan aktivitas vulkanik yang berarti.

Begitulah alam memberi tanda bagi lahirnya sang jabang bayi putra pasangan Raden Sukemi Sosrodihardjo dan Idayu ini. Siapa nyana, bayi merah yang dilahirkan bukan oleh dukun beranak, melainkan oleh seorang kakek yang masih kerabat ayahandanya itu, kelak akan berjuluk Pemimpin Besar Revolusi, Panglima Tertinggi, Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Dialah sang proklamator, yang membawa bangsa ini memasuki pintu gerbang kemerdekaan, setelah lebih 3,5 abad dijajah Belanda, dan 3,5 tahun dinista Jepang dengan bengisnya. Bung Karno sendiri menyimpan sebuah “restu” Ibunda, saat usia balita.

Dikisahkan, suatu subuh, menjelang matahari menyingsing, ibunda Soekarno bangun dan duduk di beranda rumahnya yang kecil, menghadap ke arah Timur. Udara pagi masih menggigit, embun pagi menyelimuti dedaunan.

Soekarno yang terbangun, menyaksikan ibundanya duduk terpekur, diam tak bergerak menyongsong matahari pagi. Demi melihat ibunda di beranda seorang diri, Soekarno kecil mengayun langkah menghampirinya.

Sang Idayu, demi melihat anaknya mendekat, diulurkannya kedua tangan dan direngkuhnya Soekarno kecil ke dalam pelukannya. Nah, di saat itulah ibunda Idayu melepas kata dengan nada lembut. “Engkau sedang memandangi fajar nak. Ibu katakan kepadamu, kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar menyingsing. Orang Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan terlebih dahulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan nak, bahwa engkau ini putra dari sang fajar,”
Tutur lembut sang ibu.

Saat itu, dimaknai Bung Karno sebagai sebuah restu yang mengalir bersama darah Soekarno sepanjang hayat dikandung badan.

Bagaimana dengan makna angka yang serba enam yang mengiringi kelahirannya? Ya, Soekarno dalam satu kesempatan menuturkan ihwal kelahirannya pada tanggal enam bulan enam, berbintang gemini. Lambang kembar yang mengalirkan dua watak berlainan. Demikianlah Soekarno. Ia bisa lunak, dan bisa sangat cerewet. Bisa keras laksana baja, bisa lembut berirama. Ia meringkus musuh negara dan menjebloskannya ke balik jerajak besi, tetapi tak tega melihat seekor burung terkurung dalam sangkar. Ia memerintahkan prajurit membunuh musuh, tetapi tak tega menepuk nyamuk yang menggigit lengannya.

Dialah Soekarno, lahir dari seorang ibu kelahiran Bali dari kasta Brahmana, Idayu, keturunan bangsawan. Raja Singaraja yang terakhir, adalah paman ibundanya. Sedangkan ayah yang mengukir jiwa raganya, berasal dari Jawa bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo. Dia berasal dari keturunan Sultan Kediri.

(PPDSM)

READ  Silaturrahmi dengan Tokoh Agama, Kapolda Jatim Kunjungi Pondok Pesantren Tebuireng Jombang

Leave A Reply

Your email address will not be published.